Dongeng lain yang pernah kubuat, kira-kira 8 tahun yang lalu yang pernah aku kirim pada kekasihku saat kami dulu masih bersahabat, beberapa waktu lalu dia mengforwardnya dan sepertinya ingin aku bagikan di sini 🙂
Hanya seekor angsa putih yang berenang di sebuah kolam sendirian.
Dia sendiri bukan karena tidak ada angsa lain di kolam itu, melainkan dia merasakan satu keindahan dari sendiri itu.
Angsa putih tak seistimewa angsa bermahkota,
ataupun angsa yang berbulu emas,
namun dia tetap menyukai dirinya sendiri sebagai
“angsa putih”.
Angsa bermahkota pernah mencoba bertanya,
” Putih…apa kamu tidak kesepian selalu menyendiri?”
dgn senyum Angsa putih menjawab
” tidak, ada banyak yg bisa dikatakan sepi padaku, hanya dengan sendiri aku bisa mendengarkan suara-suara bijak lebih jelas, hanya dalam sepi aku bisa lebih jelas mendengarkan suara-suara merdu yang bisa membuatku ikut bernyanyi”.
Angsa berbulu emas juga pernah bertanya
” apa kamu bisa menikmati hidup kamu yang sebentar ini dengan cara begini terus?”
Angsa Putih menjawab dengan yakin
” aku bisa menikmati tiap detik waktuku disini, karena aku melihat semua yang ada disini dari sisi terang”.
Angsa bermulu emas mencibir
” kamu bohong! ”
Angsa Putih menggelengkan kepalanya
” kalau aku tidak bisa menikmati tiap detik waktuku disini, aku tidak akan bertahan dengan cara seperti ini, aku tidak akan bisa bicara seperti ini. Aku akan terus berenang mengikuti arus, karena aku tahu, tidak ada gunanya menentang arus. Tidak akan membawa perubahan.”
Angsa bermahkota menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berkata
” Angsa putih kenapa aku tidak pernah merasakan apa yang kamu rasakan? aku tidak bisa hidup sepertimu”
angsa putih segera menjawabnya
” karena kita memang memiliki jalan yang berbeda, kamu tidak harus seperti aku, dan aku juga tidak harus seperti kamu. Kamu jadilah diri kamu dengan baik, begitupun dengan aku”.
” tapi kenapa Angsa putih?”
potong angsa berbulu emas
“ihklas..” jawab Angsa Putih,
” aku tidak mengerti”
sahut Angsa bermahkota
” ihklas dengan yg terjadi pada diri kita. Jika badai datang biarlah datang, yang harus kita lakukan hanya mempersiapkan diri menghadapi badai itu”.
” IHKLAS?”
ulang Angsa bermahkota dan Angsa berbulu emas bersamaan dengan intonasi ditekan.
Angsa Putih mengangguk “Ihklas” ulangnya.
Sedikit dari kita yang belajar dari kata “IHKLAS” dalam menghadapi kerasnya hidup ini.
Pingback: Uzlah di Ujung September « de Go Blog
Saya ingin jadi angsa putih itu, bisa memaknai setiap riak kehidupan .
Salam !
============
Saya juga begitu Mbak 🙂
Salam!
White Swan, Dialah perlambang segala kebijaksanaan, keanggunan dan kesabaran.
Semoga kita bisa meneladani sifat yang baik darinya.
Salam berpendar bintang dari Kendari… 🙂
=====================
Semoga kita semua bisa, Bli 🙂
Salam juga dari Bali.
pendarbintang, saya menyukai cerita ini. Maknanya sangat-sangat mendalam.
Ikhlas… kata ini mudah diucapkan, tapi sulit diterapkan. Siapapun yang bisa mengamalkan ILMU IKHLAS ini, ia tak akan terpengaruh oleh segala jenis emosi yang datang dari dalam maupun dari luar.
Iklhas bukanlah pasrah, bukan lemah, apalagi menyerah. Ikhlas adalah keteguhan belas kasih yang dapat menetralisir segala situasi. (Ah, jadi sok menggurui) 🙂
===============
Bli, terimakasih sekali…..
Ppengalaman hidup Bli lbh banyak, jd tidak menggurui kok…
pendarbintang, terima kasih atas sharing yang sangat berharga ini.
Tulisan yang sangat “dalam”. Memang sudah selayaknya kita berlaku ikhlas, tapi prakteknya kok susah amat ya hehehe 🙂
Pingback: Aku ingin… « Pendar Bintang